KATA PENGANTAR
Puji serta
syukur marilah kita panjatkan pada Allah SWT yang telah menciptakan manusia dan
memuliakannya diatas makhluk-makhluk yang lain.Juga tidak lupa pula shalawat
dan salam atas pemimpin umat islam yakni baginda besar Muhammad SAW, beserta
para sahabat dan pengikunya hingga akhir zaman.
Alhamdulillah
berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan penulisan makalah yang
singkat ini dengan judul “Mekanisme Pasar Islam”. Makalah ini
terdiri dari pengertian serta pembahasaan masalah pasar islam diantaranya
menjelaskan Konsep mekanisme pasar dalam Islam dibangun
atas prinsip-prinsip sebagai berikut: .
1.
Ar-Ridha, yakni segala transaksi yang
dilakukan haruslah atas dasar kerelaan antara masing-masing pihak (freedom
contract).
2.
Berdasarkan persaingan sehat (fair
competition). Mekanisme pasar akan terhambat bekerja jika terjadi
penimbunan (ihtikar) atau monopoli. Monopoli dapat diartikan, setiap barang
yang penahanannya akan membahayakan konsumen atau orang banyak.
3.
Kejujuran (honesty), kejujuran merupakan pilar yang sangat penting dalam
Islam, sebab kejujuran adalah nama lain dari kebenaran itu sendiri. Islam
melarang tegas melakukan kebohongan dan penipuan dalam bentuk apapun.
4.
Keterbukaan (transparancy) serta keadilan (justice). Pelaksanaan
prinsip ini adalah transaksi yang dilakukan dituntut untuk berlaku benar dalam
pengungkapan kehendak dan keadaan yang sesungguhnya.
Akhirnya kami ucapkan banyak terimakasih kepada
teman-teman, yang telah bersedia membaca dan mempelajarinya. Adapun tujuan dari
pembuatan makalah ini ialah untuk memenuhi tugas mata kuliah yang bersangkutan.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya, dan bagi kita
semua selaku calon generasi pendidik masa depan bangsa.
Bab I
PENDAHULUAN
Islam adalah agama yang selain bersifat syumuliyah (sempurna) juga harakiyah (dinamis). Disebut sempurna karena Islam merupakan agama penyempurna dari agama-agama sebelumnya dan syari’atnya mengatur seluruh aspek kehidupan, baik yang bersifat aqidah maupun muamalah. Dalam kaidah tentang muamalah, Islam mengatur segala bentuk perilaku manusia dalam berhubungan dengan sesamanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di dunia. Termasuk di dalamnya adalah kaidah Islam yang mengatur tentang pasar dan mekanismenya.
Pasar
adalah tempat dimana antara penjual dan pembeli bertemu dan melakukan transaksi
jual beli barang dan atau jasa. Pentingnya pasar dalam Islam tidak terlepas
dari fungsi pasar sebagai wadah bagi berlangsungnya kegiatan jual beli. Jual
beli sendiri memiliki fungsi penting mengingat, jual beli merupakan salah satu
aktifitas perekonomian yang “terakreditasi” dalam Islam. Attensi Islam terhadap
jual beli sebagai salah satu sendi perekonomian dapat dilihat dalam surat Al
Baqarah 275 bahwa Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Pentingnya
pasar sebagai wadah aktifitas tempat jual beli tidak hanya dilihat dari
fungsinya secara fisik, namun aturan, norma dan yang terkait dengan masalah
pasar. Dengan fungsi di atas, pasar jadi rentan dengan sejumlah kecurangan dan
juga perbuatan ketidakadilan yang menzalimi pihak lain. Karena peran pasar
penting dan juga rentan dengan hal-hal yang dzalim, maka pasar tidak terlepas
dengan sejumlah aturan syariat, yang antara lain terkait dengan pembentukan
harga dan terjadinya transaksi di pasar. Dalam istilah lain dapat disebut
sebagai mekanisme pasar menurut Islam dan intervensi pemerintah dalam
pengendalian harga.
Melihat
pentingnya pasar dalam Islam bahkan menjadi kegiatan yang terakreditasi serta
berbagai problem yang terjadi seputar berjalannya mekanisme pasar dan
pengendalian harga, maka pembahasan tentang tema ini menjadi sangat menarik dan
urgen.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Pasar dan Mekanisme Pasar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(1988: 651) disebutkan bahwa pasar adalah tempat orang berjual beli. Sedangkan
menurut istilah, Pasar adalah sebuah mekanisme pertukaran barang dan jasa yang
alamiah dan telah berlangsung sejak peradaban awal manusia.[1]
Sedangkan menurut pendapat lain dalam kajian ekonomi, pasar adalah suatu tempat
atau proses interaksi antara permintaan (pembeli) dan penawaran (penjual) dari
suatu barang/jasa tertentu, sehingga akhirnya dapat menetapkan harga
keseimbangan (harga pasar) dan jumlah yang diperdagangkan. Jadi setiap proses
yang mempertemukan antara penjual dan pembeli, maka akan membentuk harga yang
akan disepakati oleh keduanya.[2]
Menurut penjelasan lain Pasar adalah
suatu tempat di mana pembeli dan penjual bertemu untuk membeli atau menjual
barang dan jasa atau faktor- faktor produksi. Di dalam bahasa sehari-hari pasar
pada umumnya diartikan sebagai suatu lokasi dalam artian geografis. Tetapi
dalam pengertian teori ilmu ekonomi mikro cakupannya adalah lebih luas lagi.
Dalam teori ekonomi mikro pasar meliputi juga pertemuan antara pembeli dan
penjual di mana antara keduanya tidak saling melihat satu sama lain (misalnya
antara importer karet yang bertempat tinggal di Amerika dan importer karet di
Indonesia) yang melakukan transaksi jual beli melalui telex (Ari Sudarman,
1980: 6).
Dari beberapa pengertian tersebut,
maka pasar dapat diartikan sebagai suatu tempat terjadinya mekanisme pertukaran
barang atau jasa oleh penjual dan pembeli untuk menetapkan harga keseimbangan
serta jumlah yang diperdagangkan.
Mekanisme pasar adalah terjadinya
interaksi antara permintaan dan penawaran yang akan menentukan tingkat harga
tertentu. Adanya interaksi tersebut akan mengakibatkan terjadinya proses
transfer barang dan jasa yang dimilki oleh setiap objek ekonomi (konsumen,
produsen, pemerintah). Dengan kata lain, adanya transaksi pertukaran yang
kemudian disebut sebagai perdagangan adalah satu syarat utama dari berjalannya
mekanisme pasar.[3]
Islam menempatkan pasar pada
kedudukan yang penting dalam perekonomian. Praktik ekonomi pada masa rasulullah
dan khulafaurrasyidin menunjukkan adanya peranan pasar yang besar. Rasullah
sangat menghargai harga yang dibentuk oleh pasar sebagai harga yang adil.
Beliau menolak adanya price intervention seandainya perubahan harga
terjadi karena mekanisme pasar yang wajar. Namun, pasar disini mengahruskan
adanya moralitas (fair play), kejujuran (honesty), keterbukaan (transparancy)
dan keadilan (justice). Jika nilai-nilai ini ditegakkan, maka tidak ada
alasan untuk menolak harga pasar.[4]
2.dunia pasar pada Rasulullah
Pasar memegang peranan penting dalam
perekonomian masyarakat Muslim pada masa Rasulullah, saw. dan
Khulafaurrasyidin. Bahkan Muhammad saw. sendiri pada awalnya adalah seorang
pebisnis, demikian pula Khulafaurrasyidin dan kebanyakan sahabat lainnya. Pada
usia 7 tahun, Muhammad diajak oleh pamannya Abu Thalib berdagang ke negeri
Syam. Kemudian sejalan dengan usianya yang semakin dewasa, Muhammad semakin
giat berdagang, baik dengan modal sendiri ataupun bermitra dengan orang lain.
Dan salah satu mitra bisnisnya ialah Khadijah yang akhirnya menjadi istri
beliau.
Muhammad adalah seorang pedagang
profesional dan selau menjunjung tinggi kejujuran, sehingga ia diberi julukan al-Amin
(yang terpercaya). Setelah menjadi Rasul, Muhammad tidak lagi menjadi pebisnis
secara aktif, karena situasi dan kondisi perkembangan islam di Mekah yang tidak
memungkinkan. Sehingga perjuangan dakwah menjadi prioritas beliau. Ketika
beliau dan kaum muhajirin berhijrah ke Madinah, peran Rasulullah bergeser
menjadi pengawas pasar atau al-Muhtasib. Beliau mengawasi jalannya
mekanisme pasar di Madinah dan sekitarnya agar tetap berlangsung secara
islami.
Pada saat itu mekanisme pasar sangat
dihargai, beliau menolak untuk menetapkan harga manakala tingkat harga di
Madinah pada saat itu tiba-tiba naik. Sepanjang kegiatan permintaan dan
penawaran yang murni, yang tidak dibarengi dengan dorongan-dorongan
monopolistik, maka tidak ada alasan untuk tidak menghargai pasar. Konsep Islam
menegaskan bahwa pasar harus berdiri di atas prinsip persaingan bebas (perfect
competition). Namun demikian bukan berarti kebebasan tersebut berlaku
mutlak, akan tetapi kebebasan yang dibungkus oleh frame syari’ah. Dalam Islam,
Transaksi terjadi secara sukarela (antaradim minkum/mutual goodwill),
Sebagaimana disebutkan dalam Qur’an surat An Nisa’ ayat 29[5],
yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu…”(An-Nisa: 29)
Didukung pula oleh hadits riwayat Abu dawud, Turmudzi,
dan Ibnu Majjah dan as Syaukani sebagai berikut:
“Wahai Rasulullah tentukanlah harga untuk kita!”. Beliau menjawab, “Allah itu
sesungguhnya adalah penentu harga, penahan, pencurah serta pemberi rizki. Aku
menharapkan dapat menemui Tuhanku di mana salah seorang dari kalian tidak
menuntutku karena kezhaliman dalam hal darah dan harta.” (HR Abu Dawud,
at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan asy-Syaukani).
Dalam hadis di atas jelas dinyatakan
bahwa pasar merupakan hukum alam (sunatullah) yang harus dijunjung
tinggi. Tak seorang pun secara individual dapat mempengaruhi pasar, sebab pasar
adalah kekuatan kolektif yang telah menjadi ketentuan Allah swt. Pelanggaran
terhadap harga pasar, misalnya penetapan harga dengan cara dan karena alasan
yang tidak tepat, merupakan suatu ketidakadilan (zulm/injustice) yang
akan dituntut pertanggungjawabannya dihadapan Allah[6]. Sebaliknya
dinyatakan bahwa penjual yang menjual dagangannya dengan harga pasar ialah
laksana orang yang berjuang di jalan Allah (jihad fii sabilillah),
sementara yang menetapkan sendiri termasuk sebuah perbuatan ingkar kepada
Allah. Dari Ibnu Mughirah terdapat sebuah riwayat ketika Rasulullah saw. melihat
seorang laki-laki menjual makanan dengan harga yang lebih tinggi daripada harga
pasar. Rasulullah bersabda, “Orang-orang yang datang membawa barang ke pasar
laksana orang berjihad fiisabilillah, sementara orang yang menaikkan harga
(melebihi harga pasar) seperti orang yang ingkar kepada Allah.”[7]
Nabi menghendaki terjadinya
persaingan pasar yang adil di Madinah. Untuk itu beliau menerapkan sejumlah
aturan agar keadilan itu bisa berlangsung. Diantara aturan itu adalah:[8]
1.
Melarang Tallaqi Rukban, yakni menyongsong khalifah di luar kota. Dengan
demikian pedagang mendapat keuntungan dari ketidaktahuan khalifah yang baru
datang dari luar kota terhadap situasi pasar.
2.
Mengurangi timbangan dilarang, karena itu berarti barang dijual dengan
harga sama tetapi jumlah sedikit.
3.
Menyembunyikan cacat barang dilarang, karena itu berarti penjual mendapat harga
baik dari barang yang buruk.
4.
Dan sejumlah larangan lain agar terciptanya pasar yang adil di lapangan.
Di masa Rasulullah kepemilikan pribadi
diakui (Karim, 2002). Mencari nafkah bebas dilaukakan setiap warga negara
bahkan wajib, asalkan tidak dilakukan dengan cara-cara yang melanggar syariah
dan moral islam. Kewajiban mencari nafkah itu tidak dibatasi dalam produk
barang ataupun jasa yang dihasilkan. Islam juga sangat tidak menyukai perbuatan
menimbun kekayaan atau mengambil keuntungan atas kesulitan orang lain. Dalam
kerangka mekanisme pasar bebas ini islam sejak masa Rasulullah sudah melarang
segala bentuk penimbunan bahan pokok atau komoditas yang esensial. Perbuatan
tersebut akan menimbulkan distorsi pada kebebasan itu sendiri dan akhirnya akan
menciptakan harga semu.
Dalam islam setiap orang berhak
untuk dapat memiliki secara legal suatu pendapatan, kepemilikan, dan kemakmuran
selama hidupnya, untuk membantunya dalam melaksanakan kewajiban agamanya.
Kepada mereka yang memiliki kelebihan rezeki dari hasil kerjanya, yang sudah
melampaui suatu ukuran tertentu (nisab), maka kepadanya diwajibkan
zakat.[9]
3.Mekanisme Pasar Menurut Ibnu Khaldun (1332-1383 M)[10]
Pemikiran Ibnu Khaldun tentang pasar
termuat dalam buku monumental, Al-Muqaddimah, terutama dalam bab
harga-harga di kota-kota.” (Price in Town). Ia membagi barang-barang
menjadi dua katagori, yaitu barang pokok dan barang mewah. Menurutnya jika
suatu kota berkembang dan jumlah penduduknya semakin banyak, maka harga
barang-barang pokok akan semakin menurun sementara harga barang mewah akan
naik. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penawaran barang pangan dan barang
pokok lainnya sebab barang ini sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap orang,
sehingga pengadaannya akan diprioritaskan. Sementara itu, harga barang mewah
akan naik sejalan dengan meningkatnya gaya hidup yang mengakibatkan peningkatan
permintaan barang mewah ini. Di sini, Ibnu Khaldun sebenarnya menjelaskan
pengaruh permintaan dan penawaran terhadap tingkat harga. Secara lebih rinci ia
menjelaskan pengaruh persaingan antara para konsumen dan meningkatnya
biaya-biaya akibat perpajakan dan pungutan-pungutan lain terhadap tingkat harga.
Dalam buku tersebut, Ibnu Khaldun
juga mendeskripsikan pengaruh kenaikan dan penurunan penawaran terhadap tingkat
harga. Ia menyatakan, “Ketika barang-barang yang tersedia sedikit, maka
harga-harga akan naik. Namun, bila jarak antar kota dekat dan aman untuk
melakukan perjalanan, maka akan banyak barang yang diimpor sehingga
ketersediaan barang-barang akan melimpah dan harga-harga akan turun.”
Pengaruh tinggi rendahnya tingkat
keuntungan terhadap perilaku pasar, khususnya produsen, juga mendapat perhatian
dari Ibnu Khaldun. Menurutnya tingkat keuntungan yang wajar akan mendorong
tumbuhnya perdagangan, sementara tingkat keuntungan yang terlalu rendah akan
membuat lesu perdagangan. Para pedagang dan produsen lainnya akan kehilangan
motivasi bertransaksi. Sebaliknya jika tingkat keuntungan terlalu tinggi
perdagangan juga akan melemah sebab akan menurunkan tingkat permintaan
konsumen.
Ibnu Khladun sangat menghargai harga
yang terjadi dalam pasar bebas, namun ia tidak mengajukan saran-saran kebijakan
pemerintah untuk mengelola harga. Ia lebih banyak memfokuskan kepada
faktor-faktor yang mempengaruhi harga.
4.Islam
Dan Sistem Pasar[11]
Dewasa ini, secara umum dapat
disampaikan bahwa kemunculan pesan moral Islam dan pencerahan teori pasar,
dapat dikaitkan sebagai bagian dari reaksi penolakan atas sistem sosialisme dan
sekularisme. Meskipun tidak secara keseluruhan dari kedua sistem itu bertentangan
dengan Islam. Namun Islam hendak menempatkan segala sesuatu sesuai pada
porsinya, tidak ada yang dirugikan, dan dapat mencerminkan sebagai bagian dari the
holistic live kehidupan duniawi dan ukhrowi manusia.
Oleh sebab itu, sangat utama bagi
umat Islam untuk secara kumulatif mencurahkan semua dukungannya kepada ide
keberdayaan, kemajuan dan kecerahan peradaban bisnis dan perdagangan. Islam
secara ketat memacu umatnya untuk bergiat dalam aktivitas keuangan dan
usaha-usaha yang dapat meningkatkan kesejahteraan social.
Berdagang adalah aktivitas yang
paling umum dilakukan di pasar. Untuk itu teks-teks Al Qur’an selain memberikan
stimulasi imperative untuk berdagang, di lain pihak juga mencerahkan aktivitas
tersebut dengan sejumlah rambu atau aturan main yang bisa diterapkan di pasar
dalam upaya menegakkan kepentingan semua pihak, baik individu maupun kelompok.
Konsep Islam menegaskan bahwa pasar
harus berdiri di atas prinsip persaingan bebas (perfect competition). Namun
demikian bukan berarti kebebasan tersebut berlaku mutlak, akan tetapi kebebasan
yang dibungkus oleh frame syari’ah. Dalam Islam, Transaksi terjadi secara
sukarela (antaradim minkum/mutual goodwill, Sebagaimana disebutkn dalam Qur’an
surat An Nisa’ ayat 29. Didukung pula oleh hadits riwayat Abu dawud, Turmudzi,
dan Ibnu Majjah dan as Syaukani sebagai berikut:
”Orang-orang berkata: “Wahai Rasulullah, harga mulai
mahal. Patoklah harga untuk kami!” Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya
Allah-lah yang mematok harga, yang menyempitkan dan yang melapangkan rizki, dan
aku sungguh berharap untuk bertemu Allah dalam kondisi tidak seorangpun dari
kalian yang menuntut kepadaku dengan suatu kezhaliman-pun dalam darah dan
harta”. (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan asy-Syaukani).
Selanjutnya pasar yang adil akan
melahirkan harga yang wajar dan juga tingkat laba yang tidak berlebihan,
sehingga tidak termasuk riba yang diharamkan oleh Allah SWT. sebagaimana ayat
berikut;
Artinya: Orang-orang yang makan
(mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual
beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang
Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS Al Baqarah: 275)
Dalam pada itu, transaksi yang
dilakukan secara benar dan tidak masuk dalam riba dalam mencari keutamaan Allah
bahkan mendapat dukungan yang kuat dalam agama.
“Dan carilah apa yang
telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah
kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) dunia dan berbuat baiklah … (QS. Al
Qoshos: 77)
5.Prinsip-prinsip
Mekanisme Pasar Islami[12]
Konsep
mekanisme pasar dalam Islam dibangun atas prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Ar-Ridha, yakni segala
transaksi yang dilakukan haruslah atas dasar kerelaan antara masing-masing
pihak (freedom contract). Hal ini sesuai dengan Qur’an Surat an Nisa’ ayat
29:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah
kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”(Qs:
Annisa’ 29)
2.
Berdasarkan persaingan sehat (fair competition). Mekanisme pasar akan
terhambat bekerja jika terjadi penimbunan (ihtikar) atau monopoli. Monopoli
dapat diartikan, setiap barang yang penahanannya akan membahayakan konsumen
atau orang banyak.
3.
Kejujuran (honesty), kejujuran merupakan pilar yang sangat penting dalam
Islam, sebab kejujuran adalah nama lain dari kebenaran itu sendiri. Islam
melarang tegas melakukan kebohongan dan penipuan dalam bentuk apapun. Sebab,
nilai kebenaran ini akan berdampak langsung kepada para pihak yang melakukan
transaksi dalam perdagangan dan masyarakat secara luas.
4.
Keterbukaan (transparancy) serta keadilan (justice). Pelaksanaan
prinsip ini adalah transaksi yang dilakukan dituntut untuk berlaku benar dalam
pengungkapan kehendak dan keadaan yang sesungguhnya.
BAB III
PENUTUP
1.kesimpulan
Dari uraian diatas yang menjadi titik pentingnya adalah
bahwa regulasi pasar dalam islam adalah dimaksudkan agar terjaganya hak dari
semua pihak, baik pembeli maupun penjual. Untuk itu perlu ditekankan disini
bahwa aspek utama dalam ekonomi islam termasuk dalam system pasar adalah aspek
moralitas. Beberapa aspek itu menyangkut persoalan integritas, akuntabilitas, dan
profesionalitas bila diterapkan dalam pelaksanaan system moder saat ini.
Yang tak kalah penting dari persoalan regulasi adalah
komitmen islam dalam menegakkan aturan-aturan itu dengan memberlakukan
institusi hisbah, yang memiliki tanggungjawab dan wewenang dalam pengawasan
pasar, bahkan lembaga hisbah atau wilayatul hisbah dapat berlaku pada
persoalan-persoalan lain yang lebih universal, seperti kesejahteraan,
terpenuhinya fasilitas umum dan terjaganya hukum.
Demikian pemaparan makalah ini semoga dapat menjadi tambahan
khazanah pengetahuan kita dan modal pengembangan ekonomi islam terutama dan
masalah pasar baik yang bersifat tradisional, modern maupun dalam
implementasinya di dalam wilayah pasar modal.
2.Saran
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan, tentunya makalah ini masih banyak kekurangan serta kesalahan-kesalahan baik itu tata cara penulis ataupun pembahasan di dalamnya.
Untuk itu segenap kritik dan saran sangat penulis harapkan dari pembaca sekalian demi tersempurnanya makalah kami berikutnya. Terima aksih.
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan, tentunya makalah ini masih banyak kekurangan serta kesalahan-kesalahan baik itu tata cara penulis ataupun pembahasan di dalamnya.
Untuk itu segenap kritik dan saran sangat penulis harapkan dari pembaca sekalian demi tersempurnanya makalah kami berikutnya. Terima aksih.
DAFTAR PUSTAKA
Pusat Pengkajian dan Pengembangan
Ekonomi Islam (P3EI) UII Yogyakarta. Ekonomi
Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2008.
Supriyatno. Ekonomi Mikro Perspektif Islam. Malang: UIN Malang Press,
2008.
Karim, Adi Warman. Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: IIT
Indonesia, 2003
Islabi A. A, Dr. Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah.
Surabaya: PT Bina Ilmu Offset. 1997.
Kahf, Monzer, Ph.D. Ekonomi Islam.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 1978.
www.
Google, http://pemikiran-ibnu-taimiyyah-tentang-mekanisme-pasar-dalam-ekonomi-islam/
http://suud83.wordpress.com/2009/03/27/mekanisme-pasar-islami-dan-pengendalian-harga/
[1] Pusat
Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UII Yogyakarta. Ekonomi Islam,
( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008.) hlm. 301.
[4] Pusat
Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UII Yogyakarta. Ekonomi Islam,
( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008.) hlm. 301
[7] Pusat
Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UII Yogyakarta. Ekonomi Islam,
( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada) hlm. 302-303.
Download File Lengkap Makalah Mekanisme Pasar Ekonomi Islam di jurnalmakalah.com
BalasHapus